
Gadis kecil itu
mengusap kakinya dengan air hangat. Saya menghampirinya mencoba berbincang
dengan seorang anak yang telah dimarahi orang tuanya karena meminta semangkok
air hangat. Saat saya tanya untuk apa air itu, Dia bilang "agar luka bakar
ini cepat sembuh". Dia adalah anak seorang penjual pecel lele. Dia sekolah
di SD Ciawi, salah satu sekolah di kawasan kampus saya. Dia bercerita bahwa
tujuh atau enam bulan lagi ia akan naik kelas tiga. Kelas tiga adalah kelas
yang sulit baginya. Pelajaran yang akan ia dapat akan semakin banyak dan sulit,
begitu paparnya. Dia sangat menyukai pelajaran olahraga. Saat saya tanya apa
cita-citanya, Dia menjawab "Saya mau jadi dokter". Tidak
berapa lama kemudian dia mengatakan jika sudah besar ingin menjadi suster.
Lalu saya tanya "katanya suka olahraga tapi kenapa pengen jadi suster atau
dokter". Lalu dia jawab "Iya mbak, kalo pagi aku mau ngajar olahraga
dulu abis itu baru kerumah sakit bantu yang sakit, trus kalo udah tua mau
jualan lele kaya mbah". Ah
seharusnya saya tidak menanyakannya, biarlah ia bermimpi sebanyak-banyaknya,
setinggi-tingginya, dan biarkan ia menjalani apa yang ia sukai.
Anak-anak memang sepantasnya memiliki sejuta impian. Impian itulah yang akan
memberikannya semangat menapaki jalan panjang untuk menggapainya. Biarlah
ia menemukan realita hidupnya sendiri. Sebagai orangtua sudah layaknya kita
biarkan mereka berpikir bahwa semua itu mungkin. Janganlah kita menciptakan
ketakutan-ketakutan untuknya. Buatlah ia berani menatap masa depannya dengan
keoptimisan luar biasa. Biarkan ia menemukan hambatannya sendiri. Dan tugas
kita adalah membantunya melewati hambatannya. Jangan kita mendahului takdir
dengan mengatakan tidak mungkin dan tidak bisa pada mereka. Anak-anak adalah
masa depan. Apa yang belum pernah kita lakukan, apa yang belum mampu kita
wujudkan sangat mungkin mereka lakukan di masa depan.