Wednesday, August 11, 2010

Lonely Planet (bag 1)

Dimulai dari sebuah niat sederhana, ingin silaturahmi dengan pak sukron dan keluarga di Desa Sikunang Dataran Tinggi Dieng akhirnya terlaksanalah perjalanan selama 11 hari yang kaya rasa. Dari hingar bingar semangat dalam dada untuk berpetualang, perasaan merdeka menjadi orang bebas, senangnya bisa melihat sisi lain masyarakat Indonesia, sedih meninggalkan semua orang baik yang saya temui, kemudian merana merasa tidak punya siapa-siapa,sampai rasa kangen sekre dan orang-orang didalamnya yang membuat saya akhirnya pulang kembali menjalani rutinitas.

Malam tanggal 31 Juli 2010 saya menghabiskan waktu berkeliling Indramayu bersama Mas Darsim, Mbak Iing, Pak Ahmad, serta Mbak Warni dan suaminya. Malam itu adalah malam perpisahan saya dengan mereka, warga Desa Majasih yang ramah dan menyenangkan. Sedih sebenarnya meninggalkan desa itu, tapi saya pun tidak mempunyai alasan untuk tetap berada disana.


Indramayu, 1 Agustus 2010
Seorang kawan yang berencana menemani perjalanan saya kali ini, tiba-tiba membatalkan diri untuk ikut karena sesuatu hal. Meskipun begitu semangat ternyata mengalahkan keraguan dalam diri saya, akhirnya jm 10.00 WIB saya tinggalkan Desa Majasih menuju Purwokerto yang dilanjutkan ke Wonosobo. Ternyata saya salah perhitungan, seharusnya saya memilih berangkat jam dua pagi dari Jatibarang, sehingga tranportasi menuju Dieng masih ada. Alhasil saya terlampau malam untuk menuju Dieng, karena jam 19.00 WIB saya baru sampai di Wonosobo dan angkutan ke Dieng sudah tidak ada. Akhirnya berbekal nekat, saya naik angkutan terakhir menuju Nggarung, selebihnya saya akan berharap pada tumpangan menuju Dieng, meskipun malam dan dingin, toh di Wonosobo pun saya tidak punya tempat menginap. Sambil melihat kondisi situasi dan sosialisasi, berhentilah saya disebuah warung didepan pasar Nggarung, mencoba untuk berbaur dan sedikit mengganjal perut yang lapar dengan gorengan seadanya. Kebetulan dekat dengan masjid, akhirnya setelah menelan beberapa tempe goreng saya sholat di teras masjid tersebut,,, umm dingin. Memang Allah Maha baik, setelah saya kembali ke warung dan menghabiskan segelas besar susu, pemilik warung menawari saya untuk menginap dirumahnya. Dan malam itu setelah sedikit membantu anak pemilik warung belajar matematika, saya tidur dikamar anak tersebut yang sangat nyaman bagi saya. Terimakasih Allah, dan terimakasih Ibu ...., Dia yang pantas membalas kebaikanmu.

Dataran Tinggi Dieng, 2 Agustus 2010
Hari itu adalah hari dimana masyarakat Wonosobo harus memilih pemimpin daerah mereka selanjutnya. Setelah sarapan dengan mie dan sosis serta dua gelas teh manis, jam 08.00 WIB saya berangkat menuju Dieng. Bukan Dieng jika seterang apapun matahari bersinar tidak dingin. Turun dari bus saya kembali berjalan dalam dingin dan sorotan matahari menuju Desa Sikunang, kembali saya melewati Museum Kailasa, Candi Bima, dan Candi Arjuna. Dan kali ini setengah perjalan saya ke Sikunang, saya merasakan duduk diatas jok mobil Land Rover 4WD, mobil masa depan saya hahaha. Sesampainya disana saya langsung masuk dapur istri pak Sukron dan yang membuuat saya terharu adalah beliau menyebut nama saya, yang bahkan saya baru tahu namanya setelah dua hari saya berada disana pada tahun kedua kunjungan saya, Bu Romlah.

Pipit, seorang senior dari organisasi yang menaungi saya sekarang datang jam 11 dan saya menjemputnya di Dieng, kembali dengan berjalan kaki dan setengah perjalanan kemudian sebuah mobil jeep keluarga memberikan saya tumpangan. hatur nuhun Bapak, Ibu. Hari itu kami menghabiskan waktu di Kompleks Candi, Museum Kailasa dan kawah Sikidang, serta Dieng Plateu Theater (DPT), meskipun ternyata DPT saat itu sudah tutup. Kami menikmati kebebasan sebagai orang merdeka di udara yang juga bebas (dari polusi, mungkin), di temani sinar matahari yang bebas menyinari apapun yang ada di bumi, dan udara dingin yang juga bebas menyerang kami kapan pun. Kami sangat menikmatinya, terimakasih alam.




Dataran Tinggi Dieng, 3 Agustus 2010
Sepulang dari jalan-jalan kemarin kami bertemu dengan Mas Slamet, seseorang yang berjasa dalam perjalanan saya setahun sebelumnya. Dan hari itu dengan satu motor kami diantar olehnya berkeliling, dimulai dari Kawah Sileri, Sumur Jalatunda, serta Telaga Merdada, Sebenarnya ada beberapa tempat lagi yang ingin kami kunjungi tapi akhirnya kami memilih untuk diantar ke Telaga Warna dan menghabiskan sisa waktu kami hari itu disana.



Dataran Tinggi Dieng, 4 Agustus 2010
Kami baru beraktifitas jam 08.00, mulai packing, kemudian sarapan dan seperti yang direncanakan kami akan meninggalkan Dataran Tinggi Dieng yang dingin dan indah. Jam 11.00 WIB kami sampai di terminal Wonosobo, seperti yang juga telah direncanakan kami mandi disana, kemudian melihat situasi dan kondisi serta sosialisasi. Pipit harus kembali ke Jepara dan dia memilih untuk menaiki bis menuju Semarang, sedangkan saya masih belum menentukan kemanakah tujuan perjalanan saya selanjutnya. Untuk sedikit mencairkan otak sambil memutuskan alat transportasi yang akan saya gunakan, saya menerima tawaran pipit untuk makan terlebih dahulu, dan untungnya makanannya enak, dan gak mahal-mahal amat ko, meskipun akhirnya ditraktir ma Pipit, maklum udah gawe. Jam 13.00 WIB bis yang akan ditumpangi pipit menuju Semarang datang dan saya memutuskan untuk pergi ke Jogja daripada harus menunggu bis ke jakarta yang juga berangkat sore, sambil berharap akan ada yang mau menampung di jogja, kalaupun tidak saya bisa naik kereta jurusan Jakarta jam 19.50 WIB. Nah ada yang menarik dalam perjalanan saya menuju Jogjakarta, saya berdampingan dengan sepasang turis dari luar negeri yang membawa dua carier, saya menebak mereka pasti seperti saya, sedang menikmati kebebasan. Di tengah perjalanan seorang ibu yang juga berada dikursi paling belakang tiba-tiba mencairkan suasana dengan mengajak mereka mengobrol dengan Bahasa Indonesia, dan tentu saja mereka tidak mengerti, merasa terpanggil karena senasib, saya mencoba masuk dalam pembicaraan, dan membantu menerjemahkan apa yang ibu-ibu itu katakan kedalam Bahasa Inggris, dan menyampaikan kembali jawaban yang turis itu ungkapkan, tentu saja dengan Bahasa Inggris yang terbata-bata. Setelah sedikit mengobrol ternyata mereka sepasang kekasih dari Belanda yang bukan lagi mahasiswa dan memulai perjalanan mereka di Indonesia dari Jakarta, Wonosobo, Jogjakarta, Bromo, dan mengakhiri perjalanan mereka di Bali. Yang membuat saya excited adalah bahwa mereka juga penganut kitab kuning Lonely Planet, dan saya akhirnya untuk pertama kali melihat dan membaca Lonely Planet Indonesia asli, senangnya. Ternyata ibu tersebut ingin membantu si turis yang diminta membayar dua kali lipat, dan saya sebagai perantara diminta juga untuk meminta cashback kepada kondektur. Dan karena masih merasa senasib (membayangkan bahwa itu adalah saya) saya menyetujui untuk mengantar mereka sampai stasiun tugu. Dan setelah itu kami berpisah. Akhirnya saya pun mengurus nasib saya dijogja mencoba menghubungi teman-teman saya di sana agar saya bisa menginap dan sedikit berjalan-jalan. Tapi message balasan tak kunjung datang, dan ketika saya telah membeli tiket untuk kereta tujuan jakarta seseorang membalas dan mengatakan bersedia menjemput, tapi dari pada membuang ongkos saya memilih tetap melanjutkan perjalanan ke jakarta, dan goodbye jogja, kali itu saya hanya numpang sholat di Jogja.

Depok 5 Agustus 2010
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih dua belas jam, akhirnya saya tiba di Jatinegara jam 09.30, dan beruntung teman sekelas saya di bangku kuliah bersedia untuk menampung saya sebentar dari Jatinegara selagi saya masih mempertimbangkan akan menginap dimana dan mau kemana. Tak disangka, ternyata saya diajak maen, yah paling gak berkeliling sedikit, padahal tadinya saya hanya ingin numpang mandi dan istirahat sebentar sambil berfikir. Ibunya ramah, adiknya gampang akrab, setelah mandi, kami diminta untuk makan terlebih dahulu sebelum akhirnya pergi ke Kubah Mas, dan saya senang adiknya ikut, karna dia sangat mencairkan suasana, ngomongnya renyah, dan saya suka anak-anak (meskipun saya lupa siapa namanya). Dalam perjalanan menuju Kubah Mas kami melewati Universitas Indonesia (UI), dan ternyata kampus UI itu besar dan bagus, meskipun begitu kampus saya juga enak ko, hehe.
Sesampainya disana ternyata Kubah Masnya ditutup, heran masa masjid ditutup, meskipun saya tidak tahu sebabnya. Setelah sedikit mengambil gambar, akhirnya kami kembali ke UI, sholat dan berkeliling, berjalan-jalan maksudnya. Jam 15.00 kami kembali ke rumah Arif, dan saya belom memutuskan akan menginap dimana malam itu. Setelah maghrib sms Acil, (senior saya di organisasi juga) diterima dihape saya, mempersilahkan saya untuk menginap dirumahnya, meskipun saya tidak tahu angkutan menuju kesana, tapi saya berencana untuk pergi kesana dan mencari waktu yang tepat dan momen serta alasan yang tepat untuk pamit. Tapi sepertinya kemampuan otak saya menerjemahkan terlalu lambat, sampai sebelum saya menemukan alasan nya apa, saya sudah mencoba untuk pamit, dan tentu saja tidak diperbolehkan,,, akhirnya malam itu saya menginap dirumah Arif. Hatur nuhun Arif dan keluarga.



Depok 6 Agustus 2010
hari itu hari jumat dan saya berfikir masih ada waktu untuk berkunjung ke suatu tempat sebelum hari sabtu, hari pertemuan saya dengan kakak saya untuk menuntaskan sesuatu. Daripada saya pulang kebandung dan besoknya harus kembali lagi kejakarta, saya memilih untuk pergi ke Banten, kebetulan teman dari Banten ada di Jakarta dan dia menawarkan untuk pergi ke Banten bersama, dan itu lebih baik. Akhirnya jam 11.00 WIB saya menuju stasiun UI, untuk naik kereta jurusan Jakarta Kota, inilah awal perjalanan tidak terduga yang tidak direncanakan.
Seharusnya jam 13.00 saya sudah berada didalam kereta api tujuan Serang dari stasiun Jakarta Kota, tapi saya entah berada dimana, bolak balik dengan KRL antara tanah abang, Jakarta kota, dan manggarai. Akhirnya karena kesalahan dan kebodohan saya, saya meminta kawan saya untuk meninggalkan saya dan saya mungkin akan kerumah acil atau pulang. Tapi teman saya menyarankan untuk naik kereta api menuju Rangkas bitung dan saya menyetujuinya. Akhirnya tepat pukul tujuh saya sampai distasiun Rangkasbitung. Di rumah salah seorang anggota Palapa (Pecinta Alam Universitas La Tansa Mashiro) saya menginap, setelah sebelumnya mengobrol sampai larut malam.

Rangkasbitung, 7 Agustus 2010
Hari itu sebenarnya harus kembali ke Jakarta, tapi untuk menghormati teman saya akhirnya saya menyetujui untuk mampir ke kawah Pulosari. Sebelumnya kami berkunjung terlebih dahulu ke rumah salah seorang anggota Palapa yang lain, dan akhirnya saya naik sampan untuk pertama kali, karena rumah Lina(nama nya) berada diseberang sungai. Dari rumah Lina kami mampir ke sekretariat Palapa dan jam 11.00 kami berangkat menuju Pulosari.



Serang, 8 Agustus 2010
Nah hari itu pun saya sudah pamit untuk meninggalkan Banten. Tapi karena sesuatu yang membingungkan akhirnya saya kembali menginap di Banten.

Serang, 10 Agustus 2010
pagi itu kami bersepeda ke Banten lama, mengunjungi Benteng,....,...., Ternyata menyenangkan,, baru pertama kali saya memakai sepeda gigi (hehe). Lumayan untuk ukuran jalan-jalan pagi hari itu, sorenya kami ke Akmapala UPI kampus Serang.
Dan esoknya sebenarnya mereka mencoba menahan saya untuk tetap berada disana dan mengajak ketempat-tempat indah di banten yang lain tapi saya menolak, berulang kali saya menolak, dan mungkin merasa kasihan akhirnya mereka menyerah dan mengijinkan saya pulang. Terlalu lama saya meninggalkan sekre tercinta, dan sudah ingin kembali. Maaf mungkin lain kali saya akan menyediakan waktu lebih untuk berkunjung kesana, tapi hatur nuhun atas jalan-jalannya, dan jamuan makannya. Jempol dua buat orang Banten yang ramah.



11 Agustus 2010
Jam 18.00 kembali berada di sekre tercinta, setelah perjalanan solo, haha