Friday, October 23, 2009

Zenny cuma seorang, dan hidup 24 jam sehari, sama seperti yang lain

Roda itu berputar semakin cepat karena jarak yang harus ditempuh semakin jauh, sedangkan diameternya tetap sama.

Ini adalah konsekuensi, karna saya telah menentukan pilihan. Pilihan untuk menempuh beberapa kota hingga akhirnya kembali dengan membawa beberapa materi untuk mengisi gelas saya.

Seiring dengan pengisian itu ternyata saya pun harus mengisi gelas orang lain, dan saya tak bisa menolaknya, karena sebenarnya saya juga sedang mengisi gelas saya sendiri.

Pernah terlintas harapan agar orang lain tahu bahwa saya sedang berada dalam perjalanan yang mempunyai tujuan. Agar saya tidak harus mengisi gelas mereka. Karena saya tidak dapat menolaknya.

Tapi nampaknya saya memang harus mengandalkan diri saya sendiri, untuk mengerti saya. Untuk menyelesaikan perjalanan ini, untuk terus mendapatkan banyak hal, agar saya mampu mengisi gelas saya yang makin lama wadah itu akan semakin besar, dan saya akan semakin membutuhkan banyak isi.

Menjadi Apatis

Kata yang dulu sering menjadi perbincangan bersama teman-teman, karna saya sangat membencinya adalah apatis.

Ketika duduk dibangku SMP, saya mendefinisikannya sebagai sifat yang tidak memedulikan oranglain.

Beranjak SMA, dimana saya mengira telah mampu berfikir (sok tahu sebenarnya), saya menambahkan definisinya menjadi sifat yang selalu menganggap dirinya benar.

Sekarang, seiring bertambahnya usia, seiring bertambahnya jam terbang berinteraksi dengan beragam watak manusia, apatis berbalik menyerang diri saya sendiri.

Dimulai oleh perbincangan dengan seorang teman, saya mengatakan hidup saya adalah untuk Tuhan. Meskipun begitu saya sadar bahwa hablu minannaas, hablu minAllah.

Hidup untukNya berarti juga berhubungan dengan ciptaanNya, manusia dan lingkungan.

Dengan ilmu saya yang sangat minim ini, saya terbelenggu oleh diri saya sendiri. Pernyataan bebas dan merdeka yang pernah saya buat, kemudian pernyataan tentang hidup saya, semua itu membuat saya semakin dibelenggu oleh pertanyaan;
salahkah saya atas semua yang telah saya perbuat,
salahkah semua keputusan yang telah saya ambil,
dan salahkah saya atas semua pertanyaan, pernyataan, dan rasa bersalah saya.

Entahlah, sekarang saya hanya berusaha untuk tetap merdeka melakukan apapun yang menurut nurani saya benar, mencintai kebebasan saya, dan berusaha untuk mengerti dan menjalani bahwa saya tidak hidup sendiri.

Apatis perlahan mulai tidak merisaukan hati saya, meskipun saya masih mempertanyakan banyak hal, tapi yang jelas saya akan tetap berjalan dan Tuhan akan membimbing saya.

Wallahu a'lam